Halaman

Sabtu, 05 November 2011

The Ghosts of Trianon

tidak semua hantu muncul untuk menakut-nakuti manusia, ada sebagian yang menampakan diri hanya sekedar memberitahu bahwa ia ada dan ada sebagian yang memperlihatkan kejadian pada masa lampau nah hal inilah yang akan kita bahas kali ini. untuk pembahasan ini saya akan mengangkat tentang Moberly and Jourdain Incident, Peristiwa misterius di Petit Trianon.

Kisah ini kemudian menjadi kontroversial dan menarik perhatian yang cukup besar. Bahkan konon peristiwa ini disebut turut memberikan inspirasi bagi JRR Tolkien, penulis trilogi "Lords of the Ring".

Semuanya bermula ketika dua wanita Inggris memutuskan untuk melakukan perjalanan liburan ke Paris pada tahun 1901.

Charlotte Anne Moberly dan Eleanor Jourdain adalah dua wanita yang berasal dari latar belakang keluarga yang terpelajar. Ayah Moberly adalah kepala sekolah Winchester College yang kemudian menjadi uskup Salisbury. Demikian juga dengan Jourdain. Ayahnya adalah seorang pendeta di Ashbourne. Kakak perempuannya adalah seorang sejarawan seni, sedangkan kakak laki-lakinya adalah seorang ahli matematika.


Suatu hari, kedua wanita ini memutuskan untuk pergi berlibur ke beberapa tempat di Eropa dan salah satu tujuan persinggahan mereka adalah Paris. Pada tanggal 10 Agustus 1901, kedua wanita itu sudah ada di dalam sebuah kereta yang akan membawa mereka ke Versailles.

Setiba disana, bersama rombongan turis lainnya, mereka berkeliling di kompleks istana Versailles yang megah. Moberly dan Jourdain tidak menyadari kalau sebentar lagi mereka akan mengalami sesuatu yang luar biasa.


Setelah berkeliling untuk beberapa lama, mereka memutuskan untuk mengunjungi Petit Trianon, salah satu bangunan yang ada di kompleks itu.




Di tempat ini, ratu Marie Antoinette (1755-1793) biasa datang untuk beristirahat dan menjauhkan diri dari urusan-urusan istana.

Moberly dan Jourdan masuk ke taman bunga Trianon sambil mengagumi bunga-bunga yang ada disitu.

Kemudian keduanya menyadari kalau mereka tidak lagi mengenali pemandangan di sekitarnya. Seakan-akan mereka sedang berada di sebuah taman yang asing, berbeda dengan apa yang telah mereka lihat sebelumnya. Sepertinya mereka telah tersesat.

Kedua wanita yang kebingungan itu kemudian berusaha mencari jalan keluar. ketika mereka berbelok di satu sudut jalan, mereka melihat sebuah rumah petani yang sudah kosong dan sebuah bajak tergeletak di sisi jalan setapak.

Tiba-tiba mereka merasakan sebuah perasaan aneh. Seakan-akan ada sebuah tekanan berat memenuhi pikiran mereka dan semuanya terasa begitu asing.

Lalu, entah darimana datangnya, dua pria muncul. Keduanya mengenakan pakaian aneh yang tidak mereka kenal, yaitu jas panjang berwana hijau abu-abu dengan topi tiga sudut.

Moderly dan Jourdain kemudian mendekati kedua pria tersebut dan bertanya bagaimana caranya supaya mereka bisa kembali ke Petit Trianon.

Kedua pria asing itu menunjuk jalan setapak yang sebelumnya tidak terlihat oleh mereka.

Setelah menelusuri jalan itu, Jourdain melihat sebuah pondok dengan seorang wanita dan seorang anak perempuan di pintu depannya. Wanita itu sedang menyodorkan sebuah kendi air minum untuk anak perempuan itu.

Anehnya, Moberly tidak bisa melihat pondok ataupun wanita dan anak perempuan itu, namun ia bisa merasakan perubahan pada atmosfer di sekitarnya. Ia menyadari kalau suasana telah berubah menjadi begitu tenang dan sunyi.

Ia mendeskripsikannya:
"Tiba-tiba semuanya terlihat tidak natural, karenanya menjadi sangat tidak nyaman. Bahkan pepohonan terlihat begitu datar dan tidak ada tanda-tanda kehidupan, seperti kayu-kayu buatan saja. Tidak ada efek dari cahaya matahari dan tidak ada angin yang berhembus."
Perubahan pada atmosfer ini diiringi dengan perasaan tertekan yang semakin menjadi-jadi. Ditambah lagi dengan suhu yang cukup panas dan wangi bunga-bunga. Kedua wanita itu merasa seperti orang sakit.

Jadi, mereka memutuskan untuk beristirahat di bawah sebuah pohon sambil mengipas-ngipas.

Moberly dan Jourdain bukan wanita yang gampang panik. Keduanya berasal dari keluarga terpelajar dan biasa menanggapi sesuatu dengan tenang dan berpikiran jernih. Namun kali ini mereka merasakan ada sesuatu yang tidak beres dan mereka tidak bisa menjelaskannya.

Setelah beristirahat sejenak, keduanya kembali berjalan. Kali ini mereka menemukan sebuah gazebo. Lalu mereka menghampirinya.

Ketika sedang berjalan menuju tempat itu, mereka melihat seorang pria sedang duduk disitu. Mereka tidak tahu dari mana pria itu datang. Namun yang membuat mereka kaget adalah penampilannya yang cukup mengerikan. Wajahnya menyeringai dan terlihat seperti seseorang yang sedang menderita cacar.

Menurut Jourdain:
"Pria itu memutar wajahnya perlahan-lahan, dan terlihatlah kalau wajahnya penuh dengan bintik-bintik seperti cacar. Kulitnya gelap dan ekspresinya terlihat seperti orang jahat. Walaupun aku tidak merasa ia sedang memperhatikan kami, namun aku bisa merasakan kejijikan yang luar biasa."
Tiba-tiba, terdengar sebuah teriakan yang menyatakan kalau mereka telah salah mengambil jalan. Suara itu ternyata berasal dari seorang pria tinggi bermata gelap. Rambutnya yang sedikit keriting terlihat menyembul dari balik sombrero yang dikenakannya.

Kedua wanita itu memutuskan untuk mengikuti sarannya. Lalu mereka membalikkan badan dan kembali ke jalur semula. Kemudian, mereka melihat sebuah jembatan kecil. Setelah berjalan melewati jembatan itu, mereka ternyata sampai ke sebuah taman.

Namun peristiwa aneh yang dialami belum selesai. Di taman itu, Moberly melihat seorang wanita sedang duduk di sebuah bangku. Ia mengenakan pakaian model kuno dengan syal berwarna hijau pucat. Namun, Jourdain tidak bisa melihatnya.

Awalnya Moberly mengira kalau wanita itu seorang turis, namun ia menyadari kalau turis tidak mungkin mengenakan pakaian dengan model yang kuno seperti itu.

Tiba-tiba seorang pria muncul dari salah satu bangunan disitu sambil membanting pintu. Pria itu mengatakan kepada Moberly dan Jourdain kalau gerbang menuju Petit Trianon ada di sebelah bangunan yang satunya. Ketika mereka berjalan memutar menuju sisi lain dari bangunan itu, mereka menemukan rombongan turis lainnya. Perasaan tertekan yang terus menerus dirasakan mulai terangkat dan semuanya kembali menjadi normal.

Setelah pulang dari perjalanan liburan itu, Moberly dan Jourdain menyimpulkan kalau Petit Trianon sesungguhnya didiami oleh roh-roh dari masa lampau dan mereka memutuskan untuk meneliti lebih jauh sejarah Petit Trianon.

Dari hasil penyelidikan mereka mengenai sejarah Perancis yang berhubungan dengan Petit Trianon, mereka menemukan kalau pada tanggal 10 Agustus 1792, tanggal yang sama dengan tanggal kunjungan mereka, istana Tuileries di Paris dikepung oleh para pemberontak dan para penjaga istana turut dibantai. Peristiwa ini membuat keluarga kerajaan melarikan diri mencari perlindungan.

Moberly dan Jourdain mulai berpikir apakah dengan suatu cara mereka telah melihat hantu-hantu keluarga kerajaan atau melihat kembali situasi di masa lampau.

Kecurigaan ini menjadi semakin kuat ketika Moberly melihat lukisan Marie Antoinette karya Wertmuller. Ia terkejut karena menemukan kalau wanita yang dilihatnya sedang duduk di taman sangat mirip dengan Marie Antoinette yang tergambar di lukisan itu. Bahkan pakaian yang dikenakannya pun sama.

Setelah melihat beberapa lukisan lainnya, keduanya menemukan kalau pria yang memiliki wajah dengan cacar ternyata sangat mirip dengan musuh Marie Antoinette yang bernama Comte de Vaudreuil yang memang memiliki karakter wajah seperti itu.

Dalam beberapa kesempatan, keduanya kembali mengunjungi Petit Trianon. Mereka menemukan pemandangan berbeda dengan yang mereka lihat pada waktu itu. Mereka tidak bisa menemukan gazebo atau jembatan kecil yang yang mereka lewati. Namun dari hasil riset, diketahui kalau jembatan itu ada disitu pada tahun 1789.

Dari hasil penelitian pula terungkap kalau jas panjang berwarna hijau abu-abu yang dikenakan dua pria yang mereka lihat ternyata seragam para penjaga istana pada masa Ratu Antoinette.

Moberly dan Jourdain kemudian mempublikasikan pengalaman mereka dalam sebuah buku yang berjudul "An Adventure" yang diterbitkan pada tahun 1911. Keduanya menggunakan pseudonim Elizabeth Morison dan Frances Lamont. Identitas dua penulis ini baru terungkap pada tahun 1931 setelah kematian mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Koentarnya ya...